Pages

  • BERANDA
  • DISCLOSURE POLICY
  • DISCLAIMER
  • PRIVACY POLICY
  • KONTAK SAYA
  • Tentang Henry
facebook instagram

HENRY HALIM OKTAKUSUMA


  •  Ada banyak intrik dalam hidup ini, dari intrik untuk mencari keuntungan sampai intrik agar selamat. Dan sekarang manusia-manusia Indonesia kebanyakan terjebak dalam kebiasaan membuat intrik untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri yang dikemas untuk kepentingan orang banyak. Mirisnya lagi, hal itu menjadi lumrah dan suatu hal yang “diharuskan” bagi setiap manusia Indonesia di semua lini kehidupan. Bahkan tidak jarang, mengesampingkan sifat kemanusiaan dan menggantinya menjadi kemunafikan demi kepentingan pribadi bahkan golongan.

    Dalam buku Manusia Indonesia, seorang Mochtar Lubis menulis bagaimana sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia dari kalangan bawah sampai kalangan elit, untuk bersikap “Asal Bapak Senang” atau ABS. Memperlakukan seseorang yang dianggap penting atau lebih tepatnya seseorang yang menguntungkan seperti Sang Maha Raja yang harus dipenuhi semua kemauannya seraya Sang Pelayan menundukan badan dihadapannya. Yang padahal, Sang Pelayan tidak menyukai Sang Raja.

    Sikap ABS tersebut bentuk nyata dari kemunafikan masyarakat Indonesia, dan menurut saya telah membunuh sifat-sifat kemanusiaan dan kebenaran yang selama ini dijunjung dalam Pancasila. Padahal negeri ini sedang berkoar-koarnya untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan. Tapi nyatanya, sampai sekarang nilai-nilai Pancasila itu tercor
    eng dengan sikap kemunafikan masyarakatnya sendiri.

    BACA JUGA: CIRI ORANG INDONESIA DARI DULU HINGGA SEKARANG

    Meskipun Sang Raja itu melakukan kesalahan, tapi Sang Pelayan tidak diperbolehkan sekalipun untuk menyalahkan Sang Raja. Mau bagaimanapun tetap saja Sang Pelayan yang salah. Ketika Sang Raja membuat kebijakan yang menurut Sang Pelayan tidak masuk akal, tapi tetap saja Sang Pelayan harus menjalankannya dan tidak bisa sekalipun membantahnya.

    Entah kenapa, kok mirip dengan Fir’aun ya.

    Kita sebagai negara yang merdeka bahkan sebagai manusia yang merdeka, tentu seharusnya merdeka juga dalam mengambil sikap. Seharusnya menyatakan benar kepada kebenaran dan menyatakan salah kepada kesalahan. Bukan sebaliknya.

    Tapi hinanya kita, tidak pernah mulut kita berkata demikian. Karena kebiasaan masyarakat Indonesia sejak jaman kolonial dulu, selalu punya pemikiran bahwa atasan tidak pernah salah dan tidak boleh dipersalahkan.

    Entah kata apa yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut selain kemunafikan. Semua segala bentuk kebenaran disingkirkan, dan segala bentuk penghambaan diperlihatkan sejelas-jelasnya hingga kesalahan tidak pernah tampak setitikpun.



    Saya tidak habis pikir melihat kebiasaan kita sebagai manusia merdeka. Entah mau sampai kapan sikap kemunafikan itu dipertontokan. Maka tidak heran jika generasi muda bangsa ini pun mewarisi hal tersebut, dan lagi-lagi generasi muda yang disalahkan karena tidak menanamkan jiwa Pancasila, padahal generasi tua lah yang “mengajari” sikap yang jauh dari Pancasila bahkan sikap seorang manusia yang merdeka dan berpikiran visioner.

    Segala sesuatu yang diperlukan sekarang tidak jauh dari sikap “ABS” tersebut. Baik berupa uang, prioritas, bahkan pelayanan. Tidak ada keadilan yang diperlihatkan, itulah mengapa hingga sekarang keadilan sulit untuk benar-benar diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena sudah mengakar dan mendarah daging di semua lini sikap “ABS” sebagai bentuk dari kemunafikan hati manusia Indonesia.

    BACA JUGA: DIMANA KEADILAN ITU?

    Suatu ketika saya pernah mendapati saat Sang Raja memberikan perintah kepada Sang Pelayan, yang mana Sang Pelayan itu tahu bahwa perintah itu salah dan dipertanyakan oleh Sang Pelayan. Tapi Sang Raja tidak mau tahu, mau salah atau tidak yang penting perintah itu harus dijalankan. Sesuai perintah, Sang Pelayan pun menjalankan perintah tersebut dan ternyata benar dugaan Sang Pelayan, perintah tersebut berdampak pada kesengsaraan dan ketidakbenaran.

    Hal tersebut pun diketahui oleh Sang Menteri dan meminta penjelasan kepada Sang Pelayan. Diceritakanlah oleh Sang Pelayan bahwa semua itu disebabkan oleh perintah yang tidak benar dari Sang Raja. Tapi Sang Menteri dengan gagahnya menjawab bahwa itu bukan salah Sang Raja tapi salah dari Sang Pelayan. Sang Menteri pun memberi pesan kepada Sang Pelayan jangan pernah mempersalahkan Sang Raja, bahkan seharusnya dilayani dengan istimewa, meskipun perintahnya salah.

    Sang Pelayan hanya bisa menggelengkan kepala melihat kemunafikan yang terus-terusan terjadi. Tidak mempunyai pedang untuk melawan balik, tidak mempunyai tombak untuk menusuk kemunafikan itu, hanya sebuah tameng yang dimiliki Sang Pelayan untuk menahan gempuran dari kemunafikan Sang Menteri dan bawahannya.

    Pada akhirnya kita semua tahu bahwa negeri ini kebanyakan orang-orang munafik di dalamnya. Kita tidak bisa berbuat apa-apa selama akar belum tercabut dari tanah. Ada banyak orang yang berusaha mencabut akarnya tapi selalu ditusuk oleh jarum-jarum kekuasaan yang beracun. Entah sampai kapan kita menonton pertunjukan yang membosankan ini. Tapi yang pasti negeri ini tidak akan diberkahi jika sikap manusianya apalagi petingginya yang tidak berpihak pada kebenaran.

    Sedihnya lagi, kebenaran dan kejujuran terus disingkarkan hingga ke tepi-tepi jurang kematian.


    -H2O-
    Continue Reading


    Suatu waktu dalam sebuah perjalanan, teman saya bertanya, “dimana keadilan itu?” Saya pun sempat terdiam mendengar pertanyaan dia. Kita selama ini menginginkan dan sangat mengharapkan keadilan itu dalam kehidupan, dari segi kehidupan apapun. Bahkan kita selalu mencari keadilan itu, karena keadilan menjadi suatu hal yang langka di Indonesia ini. Keadilan menjadi sebuah harta yang terpendam entah dimana, siapa yang akan menemukannya juga tidak ada yang tau. Mungkin kita sering diperlihatkan wujud keadilan itu, namun ternyata itu hanya keadilan semu. Lalu, dimana keadilan itu berada? Yang katanya akan membuat manusia hidup dalam kedamaian.

    Jika keadilan itu berbicara soal kebenaran, saya jadi teringat akan sebuah kalimat yang ditulis oleh Soe Hok Gie, “..kebenaran hanya ada di langit…”

    Saya setuju dengan perkataan Soe Hok Gie itu, di bumi ini sudah diselimuti oleh berbagai macam kebohongan dan intrik kehidupan. Semua kebenaran ditutupi, yang mencari kebenaran justru dipersalahkan, dan yang melakukan kesalahan selalu dibela karena dianggap benar.

    Lucu memang negeri ini, berkoar menjunjung tinggi nilai Pancasila tapi nyatanya kebenaran disemukan hingga semua nilai-nilai yang ada dalam Pancasila nyaris tak pernah terlihat dipermukaan.

    Jika kebenaran sudah dimanipulasi, ditutupi, bahkan diputarbalikan, maka di saat yang bersamaan keadilan juga telah dimanipulasi bahkan telah lenyap.

    Di langitlah kebenaran itu berada, berarti di langit juga keadilan itu ada. Yang jadi pertanyaan sekarang, kenapa keadilan ada di langit? Siapa yang memegangnya? Bagaimana menurunkan keadilan itu ke bumi agar bisa dirasakan semua manusia tak terkecuali satu pun?

    BACA JUGA:
    • ZONA AMAN YANG TIDAK NYAMAN
    • 7 HAL YANG MEMBUAT EMOSI SAAT DI JALAN RAYA
    • SAAT SEORANG SARJANA MENJADI PENYINYIR

    Siapapun orangnya, apapun agamanya, apapun kepercayaannya, tinggal dimanapun, jika sudah dikatakan Sang Maha Tinggi maka kita semua akan melihat ke langit atau menunjuk ke langit. Yang padahal kita tidak melihat apa-apa selain langit biru dan awan.

    Tapi kita semua tau siapa yang ada di atas sana. Sang Maha Tinggi, Sang Maha Bijaksana, Sang Pencipta Alam Semesta, Allah yang semua ada di dunia ini berada dalam genggaman-Nya.

    Dialah yang memiliki kebenaran dan keadilan yang sebenar-benarnya. Seluruh bentuk hukum yang berkeadilan untuk semua makhluk, dari-Nya lah semua berasal. Lalu kenapa tidak kita ambil saja hukum dari Sang Maha Bijaksana itu?

    Menurut saya, hukum yang bisa mengatur semua segi kehidupan secara adil dan benar sejatinya hanya hukum Allah. Sedangkan hukum yang dibuat oleh manusia hanya bisa adil kepada golongan tertentu saja, kepada pihak tertentu saja, tidak bisa adil kepada seluruh makhluk yang hidup di bumi ini.

    Dan semua hukum Allah sudah ada di dalam Al Qur’an yang sering kita baca. Di situ juga jelas bagaimana adilnya Allah kepada setiap manusia tanpa dibedakan kedudukan, jabatan, fisik, ras, bahkan agama sekalipun.
    Picture by pixabay.com


     “Ah, intoleransi itu. Bukankah Indonesia ini multi agama, multi etnis, multi ras juga. Jangan mentang-mentang mayoritas seenaknya bikin hukum sendiri.”

    Sudah sangat sering ya kita mendengar dan membaca kalimat bernada sama dengan di atas. Isu intoleransi menjadi senjata yang sangat tajam belakangan ini.

    Saya membicarakan hal ini bukan karena saya seorang muslim, memang sudah menjadi kewajiban saya untuk menjunjung tinggi Islam di dunia ini. Tapi jika saya berbicara kepada orang banyak yang dimana mereka itu semua beragam agama, beragam kepercayaan, beragam etnis, beragam suku, hanya ada satu bahasa, yaitu keadilan sosial dan berlandaskan kemanusiaan yang adil dan beradab.
    Saya ambil contoh hukum potong tangan. Siapapun orangnya, mau dia pejabat atau rakyat biasa, mau dia Islam atau bukan, mau dia dari suku mana atau etnis apa, jika sudah terbukti mencuri maka dipotonglah tangannya. Dan itu menjadi ciri otentik yang bisa dilihat oleh semua orang. Adil bukan?

    Contoh lagi hukum pancung. Siapapun tersangkanya dari golongan manapun jika sudah terbukti membunuh orang lain maka dihukum pancung. Tapi tidak semudah itu memenggal kepala orang. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Apakah keluarga dari pihak korban memaafkan tersangka atau tidak. Jika dimaafkan maka hukuman pancung gagal, jika tidak maka hukuman akan diteruskan.
    Adil bukan?

    Tapi sangat disayangkan, ada beberapa pihak yang merasa terancam jika hukum Allah ditegakan di muka bumi ini. Apabila hukum Allah ditegakan maka berdirilah sebuah kekhalifahan yang baru. Yang artinya menjadi masa kejayaan Islam kembali.

    Mereka takut, agenda mereka untuk menguasai dunia akan terhenti jika khilafah Islam berdiri. Karena mereka menganggap Islam menjadi sebuah ancaman besar bagi keberlangsungan hidup mereka. Padahal khilafah Islam berdiri untuk menciptakan keadilan bagi seluruh makhluk, menebarkan kedamaian dan kebahagiaan di seluruh penjuru bumi.




    Picture by pixabay.com


    Akhir kata, jika kita ingin keadilan bisa benar-benar diterapkan di bumi ini maka kembalikan ke langit. Disanalah semuanya berasal. Manusia hanya bisa membuat kebijakan yang dirasa adil menurut nalar dan pemikirannya, padahal manusia sendiri mempunyai batasan akal dan pemikiran.

    Karena manusia bukanlah makhluk yang sempurna.




    -H2O-
    Continue Reading
    Pict by Pixabay

       Ada banyak orang mengharapkan berada di zona aman dalam hidupnya sebagai jaminan akan kemapanan hingga hari tua. Zona aman yang diharapkan banyak orang biasanya bekerja yang mendapat gaji rutin bulanan, mendapat tunjangan, dan tentunya uang pensiun. Tapi apakah zona aman itu juga menjadi zona nyaman untuk kita?

    Zona Aman atau Zona Nyaman?

    Masuk ke zona aman berarti masuk ke dalam lingkaran hidup yang berputar secara rutin setiap harinya. Seperti bangun pagi, pergi ke kantor, bekerja hingga jam 5 sore, pulang, bersantai di rumah, tidur malam, dan kembali pagi lagi. Dan menerima gaji bulanan yang sudah pasti. Zona aman bagi kebanyakan orang adalah aman dan stabil dalam perekonomian hidup dan rumah tangga. Meskipun kadang di dalam zona aman itu kita harus merelakan hobi kita, bakat kita, passion kita atau kreatifitas kita. Jika tidak bisa melakukan hal itu semua, bukankah itu bukan zona nyaman bagi kita. Aman tapi tidak nyaman bagi batin kita.

    Bagi saya sendiri, zona nyaman itu adalah ketika kita bekerja berdasarkan minat, bakat, passion, dan yang bisa mengeluarkan kreatifitas kita. Meskipun tidak mendapat uang gaji setiap bulannya, meskipun pendapatan tidak pasti sebulan berapa, meskipun tidak ada jaminan akan kemapanan di hari tua, tapi itulah zona nyaman. Bekerja dengan hasil berupa kepuasan batin dan kepuasan jiwa dengan pendapatan yang berapapun diterima.

    Karena bekerja dalam tekanan yang tidak ada habisnya, teamwork yang tidak bisa diandalkan, bahkan teman sekantor yang tidak sekoordinasi dengan kita, akhirnya membuat diri sendiri menjadi stress. Rasa bosan dan jenuh pun sangat sering melanda, ingin melepas penat dan liburan seringnya terbentur dengan kerjaan yang dikejar deadline yang seolah tak ada habisnya. Seolah ada satu pihak yang tidak rela melihat para karyawannya tidak terlihat sibuk.

    Baca Juga : BEKERJALAH UNTUK IBADAH

    Sangat sulit menemukan kenyamanan dalam zona aman itu. Karena orientasinya uang dan kemapanan bukan berorientasi passion atau minat yang dimiliki.

    Dan jujur, sekarang saya sangat merasa jenuh di dalam zona aman saya. Kadang saya iri melihat orang-orang yang menikmati di dalam zona nyamannya. Tak ada deadline yang menyiksa, bekerja dengan kebahagiaan hati, tidak ada intrik politik dan persaingan citra untuk mendapatkan posisi.

    Jika dulu saat masih kuliah saya berpikir bahwa masuk ke zona aman adalah langkah yang tepat. Tapi setelah masuk beberapa tahun dalam zona aman tersebut, saya menyadari ternyata zona nyaman itulah yang sebenarnya zona aman.

    Sayangnya, banyak dari kita yang terlalu takut untuk keluar dari zona aman itu, termasuk saya. Karena terlalu realistis akan sebuah makna kemapanan membuat saya merelakan zona nyaman dan memilih bertahan di zona aman, meskipun itu tidak nyaman.

    -H2O-
    Continue Reading
    Source: carsafetykw.weebly.com


    Jalan raya menjadi jalur utama dalam sendi kehidupan manusia untuk menjalankan aktivitas sehari-sehari di segala sektor, terutama di sektor perekonomian. Ada orang yang menikmati setiap perjalanannya, ada juga orang yang selalu mengeluh saat berada di jalan raya. Jika orang sudah mengeluh berarti ada ketidaknyamanan yang terjadi di jalan raya, yang berarti hal itu akan membuat emosi dari si pengendara.



    Berikut 7 hal yang membuat emosi saat di jalan raya, menurut pengalaman saya sendiri saat berkendara pergi pulang dari beraktivitas setiap harinya. Let’s Read!


    1. Macet


    Source: tribunnews.com


    Macet menjadi hal yang selalu dikeluhkan oleh setiap pengendara di setiap kota besar Indonesia. Apalagi jika macet terjadi saat siang hari di bawah terik matahari yang sangat panas, menambah terbakarnya emosi kita yang mengejar waktu untuk menyelesaikan pekerjaan kita.

    Menurut saya penyebab utama macet di Indonesia adalah semakin bertambahnya penduduk dan pengguna kendaraan pribadi, sedangkan akses jalan tidak bertambah. Sehingga terjadi penumpukan kendaraan di jalan raya.

    Macet menjadi hal yang sangat membuat emosi setiap orang. Suasana yang padat, polusi yang menumpuk, suara klakson yang bising, dan sengatan matahari, lebih dari cukup menaikan tensi emosi seseorang.


    2. Klakson Saat Sedang Macet



    Source: cleantechnica.com


    Masih berhubungan dengan macet. Kebiasaan orang Indonesia saat macet adalah sering sekali membunyikan klakson, bahkan juga diikuti dengan teriakan sang pengendara. Saat emosi memuncak, mengejar waktu, dan sifat tidak sabar akhirnya membuat suara bising klakson dimana-mana.

    Semua pengendara yang sedang terjebak dalam kemacetan, seharusnya juga sama-sama tahu kalau yang hanya bisa dilakukan bersabar dan tertib agar bisa keluar dari kemacetan. Bukannya membunyikan klakson senyaring mungkin.

    Alasan beberapa orang membunyikan klakson, agar pengendara di depannya bisa lebih cepat. Bagaimana mau cepat, ya ‘kan, mereka juga dalam keadaan yang sama.



    3. Pengendara yang Ugal-Ugalan



    Source: kaskus.co.id


    Memang sangat mengganggu jika kita sedang menikmati perjalanan, lalu tiba-tiba ada pengendara lain yang ugal-ugalan. Mendahului kendaraan di depannya dengan tidak memperhatikan keselamatan pengendara lainnya.

    Ada juga pengendara yang suka ngebut tapi melanggar peraturan lalu lintas. Kalau sudah begitu biasanya secara spontan akan keluar kalimat sumpah serapah dari mulut kita.

    Pengendara yang ugal-ugalan memang sangat membuat emosi, bahkan ada yang saking emosi sampai terjadi perkelahian.

    Bersikap bijak di jalan mungkin juga menjadi peraturan tersirat di setiap jalan raya.


    4. Pengendara Egois


    Jalan raya menjadi tempat paling egois menurut saya. Semua pengendara hanya mementingkan dirinya saja tanpa mempedulikan orang lain, terutama keselamatan orang lain.

    Ada banyak pengendara yang seenak roti keluar dari gang atau lorong rumahnya tanpa melihat kiri kanan terlebih dahulu. Alhasil pengendara yang sedang berada di jalan utama kaget dan menginjak rem mendadak.

    Kasus seperti itu sudah banyak menyebabkan kecelakaan. Anehnya lagi, mereka yang keluar lorong secara mendadak tersebut tidak mau disalahkan.

    Begitu juga mereka yang sering ngebut, menyalip kiri kanan setiap pengendara tanpa mempedulikan keselamatan pengguna jalan yang lain.

    Tentu pengendara bertipe egois ini sangat menyebalkan, tapi tidak mau disalahkan.


    5. Lampu Kendaraan yang Menyilaukan



    Source: mobilku.org
     
    Ada orang yang lebih menyukai jalan-jalan saat malam hari, karena tidak ada terik matahari alasannya. Ada juga orang yang pulang malam setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya. Jika malam hari tiba, semua pengendara akan menyalakan lampu di kendaraannya, tentunya agar bisa melihat jalanan di depannya karena lampu jalanan saja tidak cukup menyinari jalan raya di malam hari.

    Hal yang menyebalkan saat berjalan di malam hari adalah lampu kendaraan yang menyilaukan mata, baik dari arah berlawanan ataupun dari belakang kita.

    Biasanya lampu menyilaukan itu karena mereka menyalakan lampu untuk mode jauh. Dan itu sangat membahayakan pengendara lain. Karena lampu menyilaukan bisa menyebabkan pengendara tidak melihat apa yang ada di depan.

    Apalagi yang memiliki mata sensitif, tentu sangat mengganggu silau dari lampu kendaraan lain. Yang bisa dilakukan bagi pengendara adalah jika sedang berada di dalam kota hanya menggunakan lampu dekat saja, dan menggunakan lampu jauh hanya jika sedang menuju luar kota yang sepi.
    Hal tersebut untuk menhindari kecelakaan yang terjadi.


    6. Sepeda Motor di Lajur Kanan


    Sudah menjadi peraturan lajur kanan untuk mobil yang berjalan cepat atau untuk menyelip pengendara mobil di depan. Tetapi tidak sedikit dijumpai pengendara sepeda motor berjalan di lajur kanan. Mungkin tidak jadi masalah jika jalan cepat, tapi yang masalah ketika sepeda motor sudah mengambil lajur kanan tapi jalannya lambat. Tentu sangat mengganggu ‘kan ya.




    7. Bau Selokan yang Mengganggu


    Mungkin tidak banyak orang yang memperhatikan hal tersebut. Tapi aroma selokan sebagai saluran pembuangan air yang tidak enak sungguh sangat mengganggu.

    Saya pribadi sedikit ngebut jika melewati selokan yang bau tidak enak.

    Limbah rumah tangga dan perkantoran yang dibuang langsung ke selokan jalanan, ditambah salurannya yang buntu, menyebabkan limbah menumpuk di satu tempat. Hasilnya aroma tidak nyaman di sekitar jalanan.



    Selain 7 hal di atas masih banyak faktor-faktor lain yang membuat kita emosi saat di jalanan, tapi 7 hal di atas yang sering kita alami dan tentunya sangat mengganggu.

    Menjadi pengendara yang cerdas dan bijak, tidak hanya mementingkan diri pribadi sudah seharusnya ditanamkan dalam diri masyarakat Indonesia. Karena menurut saya, sikap pengendara di jalanan merupakan cerminan karakter sebuah negara.

    Apa pengalaman kalian nih guys yang membuat kalian emosi saat di jalan raya? Bisa kalian share di komentar, ya.


    Jadilah pengendara yang cerdas, karena cerdas tidak hanya dari otak tapi dari perilaku.




    -H2O-
    Continue Reading
    Older
    Stories

    HENRY HALIM




    Terlahir 26 tahun lalu.

    Di Kota Seribu Sungai.

    Pemikiran dalam bentuk tulisan.

    Penggemar kopi, meski tak kuat dengan espresso.

    -H2O-

    Blog Archive

    • ▼  2019 (3)
      • ▼  April 2019 (1)
        • MANUSIA DAN KEMUNAFIKAN
      • ►  March 2019 (1)
      • ►  January 2019 (1)
    • ►  2018 (4)
      • ►  October 2018 (1)
      • ►  August 2018 (1)
      • ►  February 2018 (2)
    • ►  2017 (3)
      • ►  October 2017 (1)
      • ►  August 2017 (1)
      • ►  February 2017 (1)
    • ►  2016 (6)
      • ►  October 2016 (2)
      • ►  September 2016 (1)
      • ►  August 2016 (1)
      • ►  May 2016 (1)
      • ►  March 2016 (1)
    • ►  2015 (8)
      • ►  November 2015 (1)
      • ►  October 2015 (2)
      • ►  September 2015 (1)
      • ►  April 2015 (3)
      • ►  March 2015 (1)
    • ►  2014 (5)
      • ►  December 2014 (1)
      • ►  October 2014 (1)
      • ►  June 2014 (1)
      • ►  April 2014 (1)
      • ►  January 2014 (1)
    • ►  2013 (6)
      • ►  October 2013 (2)
      • ►  August 2013 (2)
      • ►  April 2013 (2)
    • ►  2012 (14)
      • ►  September 2012 (2)
      • ►  August 2012 (1)
      • ►  July 2012 (1)
      • ►  June 2012 (1)
      • ►  May 2012 (1)
      • ►  April 2012 (3)
      • ►  March 2012 (1)
      • ►  February 2012 (3)
      • ►  January 2012 (1)
    • ►  2011 (1)
      • ►  June 2011 (1)
    • ►  2010 (6)
      • ►  March 2010 (2)
      • ►  February 2010 (4)
    • ►  2009 (18)
      • ►  December 2009 (4)
      • ►  November 2009 (1)
      • ►  August 2009 (1)
      • ►  July 2009 (2)
      • ►  June 2009 (2)
      • ►  March 2009 (2)
      • ►  February 2009 (2)
      • ►  January 2009 (4)
    • ►  2008 (9)
      • ►  December 2008 (2)
      • ►  November 2008 (7)

    Pages

    • BERANDA
    • KONTAK SAYA
    • PRIVACY POLICY
    • DISCLAIMER
    • DISCLOSURE POLICY

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top